Oleh: AIB*
Kegiatan salah, memang kadang renyah dikunyah oleh telinga. Tapi seringkali kesimpulan salah lahir dari pandangan yang tak mau dibuka, mereka hanya menutup mata dan tak mau melihat dari sisi yang lainnya. Tapi terlepas dari kesimpulan salah yang entah ditujukan ke mana, raga ini terkadang memang mencari pembenaran bukannya kebenaran. Dari sebagian kesimpulan yang ada, bisa jadi hanya sebuah kata yang tak bermakna. Di bawah langit yang redup ku pandangkan sepasang mataku kepada dirimu yang sedang tersenyum. Entah tersenyum melihat ku ataupun mungkin orang lain. Ku rharap anggapanku yang kedua tak benar adanya.
Lalu, apakah hati ini tidak panas, jika selalu berdebat dengan rasa kekhawatiran. Tak bisa dipendam, raut muka juga kadang tak karuan. hari demi hari dilalui dengan perdebatan tanpa suara. Rasa sakit yang tak tergambarkan dengan luka. Rasa senang yang tak terlukiskan dengan senyuman. Rasa sedih yang dialirkan dengan tangisan dan juga rasa marah yang tak terbakar oleh segelinap kobaran. Ragaku yang merasa tak terlengkapi tanpamu. Haha, agak lebay sih.
Mungkin sedikit terlihat seperti bocil. Namun inilah aku yang terpaksa kuat seperti baja, namun lemah sepeti diriku sendiri. Aku tak tau cara menggambarkan kelemahanku. Aku tak ingin berhenti begitu saja, melupakanmu? Tak semudah itu dong. Sedikit beralih perhatian darimu? Sepertinya tak akan bertahan lama.
Haha. Sebenarnya aku bingung untuk sekedar menulis tulisan ini. Bisa kita sebut juga dengan bualan. Namun ada satu yang harus dipahami, perjuangan terkandang bukan selalu tertampil di depan. Namun ada juga yang selalu berjuang tapi dari belakang. Tak ingin menampakkan, tapi apa yang di perjuangkan tidak bisa merasakan itu, atau bahkan cuek terhadapnya. Bisa di bayangkan separah apa luka tanpa darah itu.
Luka tak berdarah itu ditambah dengan sayatan rasa yang tak kunjung dibalas. Namun apa daya saat semuanya berkutik dalam diam. Tak ada daya untuk sekedar memahat kata, seperti seorang yang belajar bahasa kode dalam sistem it. Kadang tak mudah dimengerti. Tapi mungkin itu seninya dalam dunia filantropi.
Malam aku berpikir “apakah kita sedang memandang bintang yang sama?” atau bahkan kamu menatapku dalam belaian mimpimu. Rasanya aku ingin berada di sampingmu menemanimu malam ini. Bernyayi berdua, menikmati setiap bait dan ritmenya. Menyeduh sedikit kopi untuk sekedar menemani meja, yang mungkin iri melihat kita saling bertatap muka.
Haha itu keinginanku. Namun sayangnya, keinginan tak sesuai dengan kenyataan. Hidup juga tak seindah dan semudah drama korea yang bisa memainkan perasaan hati. Banyak yang tak sesuai dengan keinginan. Itulah realitanya, aktivitas kita untuk menghadapi. Kalimat ini adalah orang yang sok bijak pada mala mini, walaupun dia belum bijak kepada dirinya sendiri.
Terima kasih sudah mau membaca sampai kalimat ini. Maaf jika mengganggu dan membuang waktumu saja. Hey, kalau kamu baca tulisan ini, boleh aku bertanya “bagaimana harimu? Aku selalu menunggumu dan ceritamu di sini.” Maaf aku akui, tulisan ini mungkin akan membingungkanmu dalam memahaminya. Karena memang tidak ada tujuan jelas yang ditanamkan dalam tulisan ini, namun jika kamu bisa memahaminya dengan mata yang manis, hati yang terbuka dan hati yang terisi olehku (cuaks) aku yakin kamu bisa memahaminya lebih apa yang aku pahami. maksudku begini, jika kamu bisa membacanya dengan hati yang mendalam, kamu bisa memahaminya.
Salam dariku malam ini.
Ciputat, 23 juli 2022, dini hari.
*Adalah nama pena dari Achmad Faiz Abian I’tisham Billah Faishal. Penulis merupakan santri Madrasah Darus-sunnah angkatan ke-4.