Bahsul Masail Santri Madrasah Darus-sunnah

Santri Madrasah Darus-sunnah melaksanakan kegiatan bahsul masail setiap malam pada hari Senin. Kegiatan ini adalah kegiatan di mana para santri berkumpul pada sebuah forum untuk membahas sebuah permasalahan fikih atau nahwu, ilmu gramatikal arab. Madrasah Darus-sunnah membagi jadwal bahsul masail, ada waktunya di mana forum bahsul masail diperuntukkan khusus untuk jenjang MTs, jenjang MA, dan ada waktunya pula di mana jenjang MTS dan MA digabungkan. Pada kali ini, bahsul masail diadakan untuk gabungan jenjang MTs dan MA.

Soal bahsul masail kali ini, senin 20 Mei 2024, membahas mengenai permasalahan fikih yang kerap terjadi dan dialami oleh kita. Yaitu mengenai solat jamak dan solat untuk menghormati waktu, atau dalam bahasa kitabnya solat lihurmat al-wakti. Dijelaskan dalam masalah tersebut, di mana seseorang bernama Haikal, seorang pekerja yang terjebak macet sebab terjadi kecelakaan. Kemacetan tersebut berpotensi membuatnya melewatkan solat magrib. Maka dari itu, timbullah pertanyaan mengenai permasalahan tersebut. Bagaimana solatnya Haikal, apakah Haikal boleh menjamak solat magrib dengan solat isya, atau lebih baik solat lihurmati al-wakti?

Dengan pertanyaan tersebut, muncullah beberapa jawaban dari para santri. Dari kelompok al-Mu’tashim dan kelompok al-Munadi menjawab, bahwasannya Haikal melaksanakan solat lihurmat al-wakti lalu meng-qadhanya. Berbeda dengan kelompok al-Asro dan al-Mujahil, kedua kelompok tersebut menjawab bahwa Haikal lebih baik menjamak solat magribnya dengan solat isya.

Ket: salah satu perwakilan kelompok menyampaikan pendapat

Setelah ketiga kelompok itu menyampaikan jawaban mereka, masing-masing menyampaikan argumentasi melalui teks yang tersedia dalam berbagai kitab, atau biasa dikenal dengan ibarot. Kelompok al-Munadi menyampaikan ibarot dari kitab Fath al-Qarib. Sedangkan kelompok al-Mujahil menyangkal jawaban kelompok al-Munadi dengan teks yang tertera dalam kitab Fiqhul Islam wa Adillatuhu. Al-Mujahil menjelaskan alasan dibalik diperbolehkannya bagi Haikal untuk menjamak solat adalah, menjamak solat tidak berdasarkan kepada musafah atau jarak. Maka meski jarak kantor Haikal dengan rumahnya dekat, namun adanya kemacetan yang menghambatnya, Haikal tetap boleh untuk menjamak solatnya. Tidak jauh berbeda dengan kelompok al-Mujahil, al-Asro menjawab alasan dibalik bolehnya Haikal untuk menjamak solatnya adalah disebabkan adanya masayqqah atau yang dikenal dengan perkara yang membebani. Dalam deskripsi masalah, al-Asro berpendapat bahwa kemacetan adalah temasuk masyaqqah.

Melalui argumetasi yang panjang, forum diskusi semakin melebar hingga membahas definisi dari masyaqqah. Ada kelompok yang dinamai Siti Maimunah menjawab bahwa masyaqqah adalah perkara yang memberatkan atau membebani sehingga menghasilkan keringanan. Hal tersebut berdasarkan pendapat yang tercantum dalam kitab Qowaid al-Fiqhiyyah. Melalui pendapat ini, kelompok al-Mu’tashim tetap kekeh dengan jawabannya, yaitu lebih baik solat lihurmati al-wakti. Mereka berpendapat bahwa lebih baik solat lihurmati al-wakti, dengan rincian harus diqadha setelahnya. Melalui argumantasi yang disampaikan kelompok al-Mu’tashimforum diskusi semakin melebar lagi hingga membahas mengenai qadha. Sebab topik pembahasan yang kian melebar, diskusi dikembalikan kepada Ustaz Fikrul Horri, salah satu musyrif asrama Darus-sunnah.

Menanggapi forum diskusi, beliau berpendapat, apabila terjadi kasus seperti kasusnya Haikal, maka hendaknya kita menjalankan solat lihurmati al-wakti, supaya menggugurkan kewajiban solat. Namun meski demikian, kita tetap harus mengqadhanya, dikarenakan kita melaksanakan dalam keadaan tidak sempurna, yaitu tidak menjalankan salah satu syaratnya. Seperti menghadap kiblat, dalam keadaan suci, dan sebagainya. Hal ini berdasarkan ibarot dari kitab Syarah Muslim, diterangkan dalam kitab tersebut bahwasannya orang yang solat lihurmati al-wakti sebab dalam kendaraan itu wajib mengulang solatnya, kecuali orang yang dalam kendaraan kapal. Hal itu disebabkan mereka melakukan solat dalam keadaan tidak sempurna (adanya syarat yang tidak terlaksana).

Ket: suasana bahsul masail

Pendapat kedua, yaitu pendapat dari KH. Ali Mustafa Ya’qub, di mana beliau mengatakan lebih baik untuk menjamak solatnya dibandingkan solat lihurmati al-wakti. Tidak hanya itu, Ustaz Abdurrohim, musyrif asrama Darus-sunnah memberikan tambahan. Solat lihurmati al-wakti ada yang mengatakan harus diulang, adapula yang tidak. Solat lihurmati al-wakti yang tidak perlu diulang adalah solat lihurmati al-wakti sebab berhadas dan tidak adanya air untuk bersuci. Sedangkan solat lihurmati al-wakti yang tidak perlu diulang adalah solat lihurmati al-wakti dalam keadaan sempurna (semua syarat terlaksana), seperti dalam kapal.

Melalui pendapat yang dikemukakan ustaz-ustaz itu, jawaban bahsul masail kali ini telah ditemukan. Dengan bahsul masail ini, bisa meningkatkan kemampuan santri dalam berani berbicara dan berani mengungkapkan pendapatnya di depan forum umum. Tidak hanya itu bahsul masail melatih santri untuk mempertahankan argumentasi dan pendapat yang disampaikan. Semoga santri Madrasah Darus-sunnah selalu berkembang sehingga bisa bermanfaat besar bagi masyarakat nanti.

Harsya Malik Rachmidiharja

Santri Madrasah Darus-Sunnah kelas 4

Tag‎ar ‎‎‎‏‏‎ ‎‏‏‎ ‎‏‏‎ ‎

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Assalamu'alaikum para pengunjung yang budiman.

Silahkan pilih salah satu kontak dibawah ini untuk menghubungi kami

Madrasah Darus-Sunnah

6 Tahun Setingkat Tsanawiyah-Aliyah