Oleh: Muhammad Dani Ardian*
Sudah kesekian kalinya suara bantingan terdengar. Lagi-lagi orangtuaku bertengkar hebat, tidak ada habisnya. Ku pojokkan diriku di dalam kamar sambil memakai earphone. Tapi tidak bisa menghilangkan suara bising itu dari indra pendengaran, entah sampai kapan ya neraka ini akan berakhir?
Namaku Guntur. Aku tak memiliki hobi, hanya memiliki 2 teman. Beberapa kali aki ditegur untuk lebih merawat tubuhku. Yaa… Karena wajahku berewok, alat mandiku hanya seadanya, parfum pun tidak punya. Bukan berarti aku miskin, tapi aku tidak tertarik untuk mengubah penampilan.
Cuaca mendung di hari Selasa, dengan terpaksa aku berangkat ke sekolah. Naik angkutan umum terasa lebih menenangkan dari pada naik pribadi bersama papa. Setidaknya aku bisa bernafas dengan tenang untuk sementara waktu.
“Eh, si bocah suram ada di sini,” Aldi datang memecah keheningan.
“Iya, tumben banget. Biasanya beliau dianter ayahnya naik mobil,” disusul Akmal yang berada di belakang Aldi.
“Beliau?” jawabku tak minat bicara.
Ya. Mereka berdua teman yang aku sebutkan tadi.
Bel sekolah berbunyi tak lama setelah Bu Ida datang dan memberi salam. “Baik anak-anak , ibu ada kabar untuk kalian. Shen sini masuk,” Ibu Ida terdengar seperti memaggil seseorang. “Kenalin namanya Shena Putri. Dia pindahan dari Bali, dia pindah ke Jakarta karena pekerjaan orangtuanya. Shera, coba kenalkan dirimu.”
“Ha-halo, namaku Shera Putri, kalian bisa memanggil aku Shera. Aku berasal dari Bali, alasan aku pindah ke sini karena orangtuaku,” gadis dengan wajah asli orang Bali, rambutnya terurai menandakan bahwa ia bukan beragama Islam. Aku tak peduli, bukan urusanku.
Sepulang sekolah mama mengajak aku untuk mengobrol dengannya sebentar, “Gun, papa sama mama udah mutusin untuk bercerai. Soalnya mama gabisa dibentak terus sama papa. Papa juga punya perempuan lain, mentang-mentang wajahnya awet muda. Jadi kamu mau ikut mama atau papa?” datang juga klimaks neraka ini, diakhiri hadiah pahit. Melihat papa mama yang mulai menua termakan usia, tak tega rasanya meninggalkan mama sendirian. Sambil berusaha untuk tetap tegar, aku pun menjawab, “Ma, aku ikut mama.”
2 hari pasca bercerai kondisi mentalku mulai membaik. Aku mulai merubah penampilanku, mulai dari menyukur habis brewokku, memakai parfum, bahkan mengikuti style anak-anak SMA pada umumnya. Sebelumnya aku izin 2 hari jadi aku memliki banyak waktu untuk merubah penampilan dan beristirahat.
Sesampainya di sekolah, semua teman kelasku memperhatikanku bahkan para perempuan yang saling mengobrol tiba-tiba berbisik-bisik, yang suaranya sampai telingaku, “Guntur kalo nyukur abis brewok sama ngerapihin rambut ternyata ganteng juga ya. Coba kalo dari dulu. Aldi yang melihatku langsung menyapa,”
“Selamat pagi bocah suram terus glow-up karna orangtuanya abis cerai dan sekarang lagi nyengir-nyengir sendiri.” Aku membalasnya,
“Ya gimana lagi, biasanya dikatain suram, pemulung, kayak gembel. Sekarang dibilang ganteng, ya pasti salting sendiri lah.”
“Gun, kamu gapapa kan?” suara itu terdengar dari belakang tempat dudukku. Seorang gadis cantik nan imut mendekatkan wajahnya sambil berbisik kepadaku, “ng-ngga papa kok.” Ternyata gadis itu Shena. Anak baru 2 hari yang lalu. Jika ku perhatikan baik-baik dia sangat cantik, tak sadar membuatku terpesona.
Keesokan harinya
“Guys, kayanya gua jatuh cinta sama Shena,” pernyataan dariku sepertinya membuat mereka berdua tidak percaya. “Mal , cepetan taubat, besok kayanya mau kiamat,” ujar aldi. “Iyanih, Guntur yang biasanya suram kayak orang mau bunuh diri, sekarang suka sama Shena,” sambung Akmal. Shena yang berada di depan pintu tak sengaja mendengarnya membuatnya mematung sehingga membuatku menyadari keberadaanya dan membuatku dan Shena salting. Ahh! Gimana ini. Belum bernah merasakan jatuh cinta, sekalinya fall in love malah begini. Tanpa kusadari Shena sudah melarikan diri.
Sepulang sekolah, takdir mempertemukan kembali dengan papa. Kabarnya, setelah bercerai papa pindah ke daerah sekitar komplek rumahku. Ya, seharusnya aku masih sering bertemu dengannya, tetapi sudah 3 hari baru bertemu sekarang. Tanpa berpikir panjang aju langsung menyapa papa, “ Pah!”. Kemudian papa menghampiriku, berbincang-bincang sebentar. Kemudian mengajakku ke rumah barunya.
Tempat tinggalnya megah, memiliki 2 lantai. Namun rumahnya menunjukkan hawa kesepian. Hanya ditemani sunyi. Papa mengajakku pergi ke atas loteng untuk menikmati angin sore.
“Pah, calon baru papa gimana orangnya?” tanyaku memecah keheningan.
“Papa… dikhianati sama dia. Dia wanita licik. Waktu dia dipindahin ke kantor pusat, dia mengambil segalanya dari papa Pangkat papa, harta papa, bahkan hati papa. Papa menyesal cerai sama mama. Sekarang papa ngga punya apa-apa. Semua yang papa bangun, hilang dalam sekejap.” Cerita papa mambuatku penasaran siapa yang membuat papa menjadi seperti ini.
Lalu aku memberanikan bertanya, “Sebenarnya siapa yang bikin papa jadi begini?”
“Namanya Shinta, memiliki suami bernama Yanto dan putri bernama Shena Putri.” Jawaban papa membuatku terkejut ketika nama Shena disebut. Mambuatku tak percaya dengan kenyataan ini.
Kulihat papa berdiri di pinggir loteng sambil menghadap ke arah matahari terbenam. Terdiam. Tak lama menghadap ke arahku lalu berkata,
“Maaf ya nak, papa punya banyak salah sama kamu. Titip salam sama mama ya. Bilang ‘Maafin papa’ ke maam kamu ya.” Tak sempat bilang apapun, papa menjatuhkan dirinya dari atap, papa bunuh diri. Kata maaf tak sempat ku ucapkan. Selamat tinggal papa…
*Penulis merupakan santri Madrasah Darus-Sunnah Angkatan ke-6