Sahabat adalah cermin bagi sahabat lainnya. Di saat melihat cermin, di situlah gambaran seorang sahabat adanya. Ya, seseorang yang tertawa dan bersedih bersama bahkan saat cermin itu retak, maka apa yang dipantulkan cermin tidak akan nampak. Yang menjadi persoalan berikutnya adalah, apakah tidak aneh saat tersenyum di depan cermin justru yang dipantulkan adalah sosok yang sedih bersedih? Haruskah cermin tersebu diganti? Apa yang salah dengan cermin tersebut? Berhati-hatilah saat memilih sahabat! Perihal persahabatan, Nabi saw. pernah bersabda dalam hadis berikut:
حَدَّثَنَا ابْنُ بَشَّارٍ ، نَا أَبُو عَامِرٍ وَأَبُو دَاوُدَ قَالَا: نَا زُهَيْرُ بْنُ مُحَمَّدٍ حَدَّثَنِي مُوسَى بْنُ وَرْدَانَ ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم قَالَ: الرَّجُلُ عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ، فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ. (رواه أبو داود)
أبو داود : سليمان بن الأشعث بن شداد بن عمرو بن إسحاق بن بشير الأزدي السجستاني
Artinya:
Dari Abu Hurairah bahwa Nabi saw. bersabda: “Seorang laki-laki itu bergantung dengan agama teman gaulnya, maka hendaklah salah seorang melihat siapa yang menjadi teman gaulnya.”
HR. Abu Dawud (202 H – 275 H: 73 tahun).
Istifadah:
Di antara salah satu cara untuk mengetahui watak, perilaku atau kebiasaan seorang teman, yaitu dengan cara melihat siapa yang menjadi temannya. Karena hubungan pertemanan akan mempengaruhi baik buruknya tabiat seorang teman. Maka dari itu, dekati dan jadikanlah orang yang agamanya baik dan akhlaknya bagus sebagai sahabat. Dan berhati-hatilah terhadap orang yang kurang baik agamanya, sebaik-baik sahabat adalah mereka yang mengantarkan kepada ketaatan dan keridaan Tuhannya.
Dalam kitab Tuhfah al-Ahwadzi, Imam al-Ghazali menyebutkan bahwa, “Berkumpul dengan orang yang tamak dan bergaul dengan mereka akan meningkatkan ketamakan, sedangkan berkumpul dengan orang yang zuhud dan bergaul dengan mereka akan mengurangi kecintaan pada dunia.” Hal ini karena sifat-sifat manusia cenderung meniru dan mengikuti, bahkan tabiat seserang dapat dicuri karena tabiat-tabiat orang lain tanpa disadari (tabiat sendiri yang hilang begitu saja).
Terakhir, di dalam kitab Dalil al-Falihin disebutkan bahwa Ibn ‘Adi meriwayatkan dalam Kitab Al-Kamil, riwayat dari sahabat Anas bahwa:
«لا خير في صحبة من لا يرى لك مثل ما يرى له»
“Tidak ada kebaikan dalam bersahabat dengan seseorang yang tidak memperlakukanmu sebagaimana dia ingin diperlakukan.”
Jadi, salah satu tingkatan terendah dari persaudaraan dan persahabatan adalah melihat dengan pandangan kesetaraan, sedangkan kesempurnaan adalah melihat kelebihan dalam sahabat.
Wallahu a’lam
Oleh : Julfikar Al Farizi