Praktik ‘Ordal’ dalam kehidupan : Prespektif Living Hadis

Praktik ‘orang dalam’ atau suap merupakan fenomena yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Dalam praktik ini, seseorang memberikan sejumlah uang atau keuntungan lainnya kepada individu yang memiliki pengaruh atau kekuasaan tertentu, dengan harapan mendapatkan perlakuan yang menguntungkan atau memperoleh akses yang seharusnya tidak bisa mereka dapatkan secara adil.

Praktik ini seringkali melibatkan keterlibatan individu yang memiliki kekuasaan dalam pengambilan keputusan, seperti pejabat pemerintah, eksekutif perusahaan, atau pemegang jabatan penting lainnya. Mereka yang memberikan suap berharap, dapat memanfaatkan hubungan ini untuk kepentingan pribadi atau kelompok tanpa mempertimbangkan keadilan dan kemaslahatan umum.

Namun, praktik ini tidak hanya melanggar hukum atau etika, tetapi juga bertentangan dengan ajaran agama yang mengajarkan integritas, kejujuran, dan keadilan dalam segala aspek kehidupan. Dalam Islam, suap dilarang keras dan dianggap sebagai tindakan yang merusak masyarakat dan mengganggu kesejahteraan umat.

Dalam kajian hadis, Rasulullah saw. memberikan berbagai nasihat dan larangan terkait dengan praktik suap. Melalui pemahaman dan implementasi nilai-nilai yang terkandung dalam hadis, diharapkan masyarakat dapat menghindari dan menanggulangi praktik ‘orang dalam’, serta membangun tata kelola yang bersih dan berintegritas dalam segala aspek kehidupan.

Sebagaimana Rasul bersabda dalam sebuah hadis,

حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ يُونُسَ حَدَّثَنَا ابْنُ أَبِي ذِئْبٍ عَنْ الْحَارِثِ بْنِ عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَنْ أَبِي سَلَمَةَ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عَمْرٍو قَالَ لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّاشِي وَالْمُرْتَشِي. (رواه أبو داود)

أبو داود : سليمان بن الأشعث بن شداد بن عمرو بن إسحاق بن بشير الأزدي السجستاني.

Artinya:

“Dari Abdullah bin ‘Amru r.a. (w. 63 H) ia berkata, “Rasulullah saw. melaknat orang yang memberi uang sogokan dan orang yang menerimanya.”
HR. Abu Dawud (202 H – 275 H : 73 tahun).

Istifadah:

Pada hadis tersebut, terdapat kata risywah atau suap. Di dalam kitab Misbahul Munir dinukil dari al-Mausu’ah al-Fiqhiyyah al-kuwaitiyah, ada beberapa penjelasan Ulama tentang makna risywah atau suap dengan makna yang mirip.

  1. Al-Fayyumi berkata, “ Risywah adalah sesuatu yang diberikan oleh seseorang kepada hakim atau lainnya, agar hakim itu memenangkannya, atau agar hakim itu mengarahkan hukum sesuai dengan yang diinginkan pemberi risywah”.
  2. Ibnu Atsir berpendapat bahwa Risywah adalah sesuatu yang menghubungkan kepada keperluan dengan bujukan”.

Jadi, dari hadis tersebut mengandung larangan yang tegas terhadap praktik suap dalam Islam, baik bagi pemberi maupun penerima. Rasulullah saw. dengan tegas melaknat keduanya, menegaskan bahwa tindakan ini bertentangan dengan nilai-nilai Islam yang menekankan integritas, kejujuran, dan keadilan.

Dengan demikian, hadis ini memberikan pengingat kepada umat Islam untuk menjauhi praktik suap serta menegaskan pentingnya menjaga kejujuran dan keadilan dalam segala aspek kehidupan.

Waallahu a’lam

Oleh: Rafi Haikal

Tag‎ar ‎‎‎‏‏‎ ‎‏‏‎ ‎‏‏‎ ‎

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Assalamu'alaikum para pengunjung yang budiman.

Silahkan pilih salah satu kontak dibawah ini untuk menghubungi kami

Madrasah Darus-Sunnah

6 Tahun Setingkat Tsanawiyah-Aliyah