Untuk mendapatkan dosa tidak harus melakukannya. Terkadang, ketika kita diam saat melihat orang lain melakukan kemaksiatan adalah salah satu bentuk dosa. Begitupun ketika tidak berbuat kemungkaran, tetapi punya andil dalam terjadinya kemungkaran itu. Maka, kita juga akan memikul pertanggungjawabannya di akhirat nanti.
Terkait diam, tapi tetap mendapatkan dosa tidak hanya satu hadis yang membicarakan hal tersebut. Teks-teks keagamaan selain hadis pun banyak membahas hal tersebut. Tetapi, sekarang kita hanya akan merenungi satu hadis saja berikut penjelasannya.
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ، أَخْبَرَنَا أَبُو بَكْرٍ، حَدَّثَنَا مُغِيرَةُ بْنُ زِيَادٍ الْمَوْصِلِيُّ، عَنْ عَدِيِّ بْنِ عَدِيٍّ، عَنِ الْعُرْسِ بْنِ عَمِيرَةَ الْكِنْدِيِّ، عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ :”إِذَا عُمِلَتِ الْخَطِيئَةُ فِي الْأَرْضِ كَانَ مَنْ شَهِدَهَا فَكَرِهَهَا – وَقَالَ مَرَّةً : أَنْكَرَهَا – كَانَ كَمَنْ غَابَ عَنْهَا، وَمَنْ غَابَ عَنْهَا فَرَضِيَهَا كَانَ كَمَنْ شَهِدَهَا”.
أبو داود : سليمان بن الأشعث بن شداد بن عمرو بن إسحاق بن بشير الأزدي السجستاني
Artinya:
Dari al-‘Urs bin ‘Amirah al-Kindi r.a., dari Nabi Muhammad saw., beliau bersabda, “Jika ada satu kemaksiatan dikerjakan di muka bumi, maka orang yang melihatnya kemudian membencinya atau mengingkarinya, maka ia seperti orang yang tidak melihatnya (yakni tidak berdosa). Sedangkan, orang yang tidak melihatnya, namun ia rida dengan kemaksiatan tersebut. Maka, ia seperti orang yang melihatnya (yakni ikut berdosa).”
HR. Abu Daud (202 H – 275 H : 73 tahun)
Istifadah:
Kita harus menghapus kemaksiatan atau kemungkaran semampunya. Jika mampu secara fisik, lakukanlah. Jika tidak, maka secara lisanlah. Jika tidak mampu juga, maka cukup dengan menjadikan hati kita tidak meridainya, alias mengingkarinya.
Hadis ini merupakan salah satu dalil yang menyebabkan munculnya kaidah:
الرضا بالإثم إثم، الرضا بالمعصية معصية، الرضا بالمنكر منكر، الرضا بالكفر كفر
“Rida terhadap perbuatan dosa adalah perbuatan dosa. Rida terhadap kemaksiatan adalah kemaksiatan. Rida terhadap kemungkaran adalah kemungkaran. Rida terhadap kekufuran adalah kekufuran.”
Maka, ketika melihat hal tersebut, pastikan hati kita jangan diam saja, tapi harus mengingkarinya, membencinya atau yang semisalnya. Dan harus diingat, yang dibenci itu perbuatannya, bukan orangnya. Kita tidak boleh memandang seseorang dengan pandangan menghinakan, meskipun ia seorang pelaku maksiat.
Penjelasan ini berdasarkan apa yang disampaikan dalam hadis lain dan oleh para ulama. Antara lain; kitab Aunul Ma’bud Syarh Sunan Abi Daud karangan Syaikh al-‘Azhim Abadi dan kitab al-Minhaj Syarh Shahih Muslim yang karangan al-Imam al-Nawawi.
Wallaahu a’lam
Oleh: Ibnu Nurza Zulfikri