Oleh : Muhammad Ulil Albab*
satu tafsir yang bergerak dalam bidang tasawuf adalah tafsir Ruh al-Ma’ani fi Tafsir al-Qur’an al-Adzim wa as-Sab’i al-Matsani karya Imam al-Alusi. Cikal bakal adanya tafsir ini memang sudah lama, namun Imam al-Alusi selalu merasa ragu untuk menyusun tafsir Alquran, sampai suatu ketika beliau bermimpi disuruh Allah swt. untuk melipat langit dan bumi lalu memperbaiki kerusakannya. Dalam mimpinya pula, beliau seolah-olah melihat salah satu tangannya menjulur ke langit dan tangan lainnya masuk ke tempat air. Setelah ditakwilkan mimpi tersebut, maka muncullah isyarat bagi Imam al-Alusi untuk mulai menyusun kitab tafsir.
Penyusunan kitab ini tidak sepenuhnya dilakukan oleh Imam al-Alusi. Karena faktor umur, putra beliau, Nu’man al-Alusi melanjutkan penyusunan karya bapaknya. Nama kitab tafsir ini juga tidak sepenuhnya dari Imam al-Alusi, nama ini diusulkan oleh Mentri Ridha Pasya lalu dipertimbangkan oleh Imam al-Alusi.
Secara garis besar tafsir ini menggunakan metode analisis dengan corak tasawuf atau isyari serta tergolong dalam kategori tafsir bil riwayah. Terlihat bahwa beliau menafsirkan Alquran mulai dari awal surah (al-Fatihah) hingga akhir surah (an-Nas). Beliau juga terlihat sering menafsirkan Alquran secara isyarat yang ada dalam suatu ayat. Seperti pada saat menafsirkan QS. Al-Baqarah: 55. Beliau juga sering menyajikan riwayat-riwayat tentang tafsir suatu ayat dalam menafsirkan Alquran. Seperti pada saat beliau menafsirkan QS. Ali Imran: 55.
Namun, beliau terkadang menafsirkan Alquran dengan pemikiran beliau. Seperti pada saat menafsirkan kata al-tadayun. Beliau juga menggunakan metode komparatif dalam menafsirkan Alquran. Terlihat pada saat beliau menafsirkan QS. Ali Imran: 74. Selain iti metode global juga beliau gunakan. Dalam artian tidak menafsirkan suatu kata secara panjang lebar, melainkan secara ringkas dan padat. Seperti pada saat menafsrikan QS. Ali Imran: 73.
Dari segi corak, tafsir ini mencakup banyak corak, mulai dari tasawuf. Seperti pada saat menafsirkan QS. Thaha: 48. Selain itu, beliau juga menggunakan corak fikih. Terlihat pada saat beliau menafsirkan QS. An-Nisa: 2. Tidak luput pula, beliau menggunakan corak linguistik dalam menafsirkan Alquran. Terlihat ketika beliau menafsirkan QS. al-Baqarah: 282.
Menurut sebagian ulama, tafsir ini ialah tafsir isyari. Tidak bagi Imam adz-Dzahabi. Menurut beliau isyari itu tidak termasuk dalam kategori suatu jenis tafsir. Beliau menggolongkan tafsir ini ke dalam tafsir bil ra’yi al-mahmud (dengan pemikiran yang terpuji).
Menurut Imam Ali Muhammad ash-Shabuni, tafsir ini merupakan rujukan dalam bidang tafsir bi-l-riwayah, dirayah, dan isyarah. Selain itu tafsir ini pula menghimpun pendapat para mufassir yang salaf maupun khalaf. Sehingga ada yang mengkritik bahwa Imam al-Alusi ini penjiplak. Karena beliau tidak mengubah redaksi-redaksi yang beliau kutip.
Di antara kelebihan yang dimiliki oleh tafsir ini ialah dalam menafsirkan Alquran, Imam al-Alusi sangat memperhatikan ilmu-ilmu yang menunjang penafsiran terhadap Alquran, seperti Ilmu tafsir, ilmu Alquran, ilmu linguistik, perbedaan qiraat, dsb. Imam al-Alusi juga bersikap tegas terhadap riwayat-riwayat israiliyat. Terbukti ketika beliau menafsirkan QS. Hud: 48. Yang tak kalah menariknya, beliau ketika menjelaskan ayat hukum dan menyebutkan perbedaan madzhabnya tidak bersikap memihak suatu madzhab. Beliau dalam hal ini bersikap moderat.
Segala sesuatu yang memiliki kelebihan tak luput dari kekurangan, begitu pula tafsir ini. Di antara kekurangan yang dimiliki tafsir ini ialah ketika menafsirkan dari segi linguistisk, Imam al-Alusi terlalu membahas panjang lebar. Sehingga melampaui kapasitasnya sebagai ahli tafsir. Dalam menafsirkan ayat-ayat Alquran, Imam al-Alusi terlalu banyak menggunakan pendapat ulama lainnya. Serta, dalam mencantumkan hadis, beliau tidak menyebutkan kualitasnya. Namun untuk masa kini, sudah banyak penerbit yang menerbitkan tafsir ini disertai takhrij hadis-hadis yang ada di dalamnya, sehingga untuk kasus ini tidak perlu dipermasalahkan lagi.
Itulah salah satu karya monumental tafsir di bidang tasawuf yang mana telinga sudah tidak asing lagi ketika mendengarnya. Sebuah karya yang menghimpun berbagai macam pendapat para ulama baik salaf maupun khalaf. Serta yang menarik, ia bergerak dalam bidang tasawuf yang biasanya tergolong mistik. Sebuah karya monumental yang patut diperbincangkan. Wallahul Muwaffiq
*Alumnus angkatan pertama santri Madrasah Darussunnah
** Tulisan ini sebelumnya dimuat Bincang Syariah