Darussunnah.sch.id – 14 abad yang lalu, hiduplah seorang cendekiawan muslim. Tokoh ini menjadi rujukan periwatan hadis dan fikih. Ia adalah salah satu guru yang membentuk kepakaran Imam al-Syafi’i (150-204 H) di masa berikutnya. Tokoh semasa Imam Malik (93-179 H) ini bernama Imam Sufyan al-Tsauri.
Di dalam kitab al-Risalah, Imam al-Syafi’i meriwayatkan beberapa hadis dari Imam Sufyan al-Tsauari. Bukti hutang budi intelektual dari sang guru. Dalam salah satu pernyataannya, Imam Sufyan al-Tsauri berujar; “Sekiranya kami menjadi qadhi (hakim), niscaya akan kami pukuli ahli fikih yang tidak mau mempelajari hadis, demikian juga ahli hadis yang tidak mau mempelajari fikih”. Pernyataan ini memiliki pesan kuat bahwa sinergi antara kajian hadis dan fikih adalah sebuah keniscayaan.
Terkait hal itu, Kiai Ali Mustafa Yaqub (1952-2016) adalah salah satu dari kiai-akademisi yang telah mengabdikan hidupnya untuk menggumuli kajian hadis dan fikih sekaligus. Lebih dari 50 judul buku telah beliau tulis, baik dalam bahasa Indonesia, Arab, ataupun Inggris. Jika ditelisik, sumbangan pemikiran alumni Pesantren Seblak dan Pesantren Tebuireng Jombang itu nampak khas dan berkarakter.
Terkadang nampak konservatif, namun di banyak hal terlihat kritis dan progresif. Berangkat dari titik ini, sudah banyak tulisan dan penelitian yang dilakukan untuk memetakan tawaran metodologisnya. Baik dalam bentuk tulisan jurnal, tesis, maupun disertasi.
Kemarin, 18 April 2021, ada dua mahasantri tingkat akhir yang telah menyidangkan hasil penelitian. Pertama atas nama Muhammad Miftahul Khoiri. Mahasantri yang juga tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Dirasat Islamiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini meneliti hadis-hadis akidah yang sering dikutib oleh Kiai Ali Mustafa Yaqub. Kedua adalah Muhammad Fikrul Huri.
Mahasiswa asal Madura yang juga sebagai mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini fokus mengkaji hadis-hadis ibadah. Keduanya di bawab bimbingan Ustadz Dr. Ahmad Ubaydi Hasbillah, MA. Pakar kajian living hadis yang juga murid Kiai Ali Mustafa Yaqub.
Kedua masantri di atas sama-sama menggunakan metode takhrij Imam al-Iraqi (807 H). Dulu, metode ini digunakan Imam al-Iraqi untuk mentakhrij hadis-hadis yang dinukil oleh Imam al-Ghazali (450-505 H) dalam magnum opusnya; Ihya Ulum al-Din. Lima judul buku karya Kiai Ali Mustafa Yaqub yang dijadikan objek kajian adalah Haji Pengabdi Setan (2007), Fatwa Imam Besar Istiqlal (2008), Makan Tak Pernah Kenyang (2015), Setan Berkalung Sorban (2015), dan Teror di Tanah Suci (2015).
Ada seratus lebih hadis yang dikumpulkan dan dipilah. Salah satu temuannya, Kiai Ali Mustafa Yaqub konsisten merujuk hadis-hadis shahih dan hasan untuk berhujah. Sebagai pelengkap juga dinukil hadis dhoif, namun dijelaskan sisi kelemahannya serta cara mengamalkannya.
Lantas, tertarikkah Anda?