STOIKISME DALAM PRESPEKTIF HADIS

Stoikisme merupakan salah satu faham filsafat yang pada akhir-akhir ini menjadi gaya hidup dalam memahami kehidupan oleh generasi milenial terutama generasi Z. Hal ini terjadi bukan tanpa alasan, di mana faham ini memiliki pola dasar pemikiran, yaitu “hidup ini untuk bahagia, dan cara bahagia itu adalah dengan melakukan kebaikan.

Dimana pada hakikatnya mau digencet dengan hal apapun, dia akan bisa melakukan kontrol diri untuk mengembalikannya dengan kebaikan itu sendiri”. Dan virtue ethics atau etika kebajikan menjadi nama dari hal ini.

Lantas bagaiman stoikisme itu sendiri dalam perspektif hadis?, akankah karena faham ini merupakan bagian dari filsafat sehingga kita harus berhati-hati untuk mengamalkan filsafat stoa dalam kehidupan sehari-hari?, ataukah karena esensi dari stoa adalah dengan melakukan kebajikan sebagai sumber kebahagiaan serta kontrol diri secara sepenuhnya?, sehingga menjadikan faham filsafat ini diterima dan memang bisa menjadi gaya hidup untuk menyikapi segala tekanan yang ada dengan bahagia atau bisa dikatakan dengan bersabar dan bersyukur?.

Oleh karena itu, mari kita simak hadis berikut beserta penjelasannya:

حَدَّثَنَا ‌هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ، ‌وَشَيْبَانُ بْنُ فَرُّوخَ ، جَمِيعًا عَنْ ‌سُلَيْمَانَ بْنِ الْمُغِيرَةِ (وَاللَّفْظُ لِشَيْبَانَ)، حَدَّثَنَا سُلَيْمَانُ، حَدَّثَنَا ‌ثَابِتٌ ، عَنْ ‌عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ أَبِي لَيْلَى ، عَنْ ‌صُهَيْبٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: *عَجَبًا ‌لِأَمْرِ ‌الْمُؤْمِنِ، إِنَّ ‌أَمْرَهُ ‌كُلَّهُ ‌خَيْرٌ، وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ، وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

مسلم : أبو الحسين مسلم بن الحجاج بن مسلم القشيري النيسابوري

Artinya:
Dari Shuhaib r.a. (w. 38 H.), ia berkata, “Rasulullah saw. bersabda, “Urusan orang mukmin sungguh luar biasa. Karena seluruh urusannya adalah baik baginya. Dan tidaklah demikian halnya bagi siapa pun selain mukmin. Jika dia mendapat kesenangan dia bersyukur, dan itu baik baginya. Jika dia tertimpa musibah dia bersabar, dan itu baik baginya.'”
HR. Muslim (204 – 261 H : 57 tahun)

Istifadah:

Hadis di atas menjelaskan tentang kita sebagai mukmin harus memiliki rasa bersyukur dan sabar ketika menerima sebuah kenikmatan dan kesengsaraan atau musibah. Dan dari dua hal inilah seorang mukmin akan selalu bahagia, karena dia menganggap seluruh urusannya akan baik baginya. Sehingga dengan adanya pola pikir seperti ini, hidup seorang mukmin akan selalu bahagia ketika dia bisa menempatkan rasa bersyukur dan bersabar sebagai pijakan untuk selalu bahagia.

Menurut Imam al-Nawawi, hadis ini menunjukkan keutamaan orang mukmin yang senantiasa mendapatkan kebaikan dalam setiap kondisi. Sehingga sebenarnya esensi dari faham stoikisme itu sejalan dengan apa yang ada dalam islam, dan mematahkan argumen bahwa seluruh paham filsafat itu sesat. Padahal ketika kita mencari titik temu antara filsafat dan agama -terutama agama islam-, akan selaras dan akan memiliki hasil akhir yang sama sebagaimana faham stoikisme dan juga pemahaman tentang selalu bersabar dan bersyukur agar bisa memahami segala bentuk kasih sayang Allah.

Karena, ada salah satu pepatah menyebutkan, “Kebatilan telah musnah bagi kami, karena kami mengerti makna kasih sayang Tuhan“.

_Wallahu a’lam

Oleh: Ahmad Syafiq Maulana

Tag‎ar ‎‎‎‏‏‎ ‎‏‏‎ ‎‏‏‎ ‎

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Assalamu'alaikum para pengunjung yang budiman.

Silahkan pilih salah satu kontak dibawah ini untuk menghubungi kami

Madrasah Darus-Sunnah

6 Tahun Setingkat Tsanawiyah-Aliyah