Darussunnah.sch.id – 11 April 2021 dua mahasantri Darus-Snnah yang juga didampingi oleh salah satu dewan Musyrif hadiri Bahtsul Masail LBM PCNU Jakarta Timur yang membahas Hukum Pencegahan dan Pemberantasan Terorisme.
“Hendaknya kita berhati-hati mencari seorang guru dan ustadz. Kita harus mencari ulama yang betul-betul ulama. Pastikan ustadz anda adalah yang mencintai negeri ini. Carilah ustadz yang memiliki hikmah dan emosi yang stabil.”
Demikian, kata penutup ustadz Sofyan Tsauri. Mantan teroris jaringan al-Qaida Asia Tenggara yang menjadi narasumber dalam bahtsul masail LBM PCNU Jakarta Timur, 11 April 2021 yang lalu. Dengan blak-blakan, tokoh yang mulai terpikat oleh dakwah Aman Abdurrahman di tahun 2006-2007 itu menjelaskan bagaimana cara kerja jaringan terorisme. Mulai dari perekrutan anggota, doktrinasi, perencanaan amaliat, cara menyerang target, hingga menghindari kejaran polisi dan Densus 88. Selama 30 menit, Ustadz Sofyan Tsauri yang juga mantan polisi Polres Depok itu nampak antusias dan detail menjelaskan jenis senjata yang biasa digunakan teroris. Hal ini mengingat perannya dulu adalah sebagai pemasok senjata untuk teroris di wilayah Aceh dan sekitarnya.
Pada tahun 2010, Ustadz Sofyan Tsauri tertangkap. Dalam penyergapan oleh Densus 88, ia mengakui, nyawanya hampir melayang. Baku tembak hampir meletup. Di detik-detik itu, ia angkat tangan dan menyerah. Jari tangannya tidak kuasa meletupkan senjata yang sudah di tangan. Ia tersadarkan oleh suara tangisan anak dan istri yang berada dalam satu taxi saat disergap. Sejak itu, ia bertaubat. Kooperatif menjalani proses hukum, hingga 6 Maret 2010 divonis 10 tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Depok. Tepat pada 21 Oktober 2015, ia bebas dari Lembaga Permasyarakatan Cipinang setelah mendapat remisi. Pesan di atas, adalah ajakan yang sering ia sampaikan di banyak forum. Harapannya, pengalaman pahitnya tidak diulangi oleh orang lain.
Pemaparan singkat ini, menjadi bahan Lembaga Bahtsul Masail (LBM) PCNU Jakarta Timur menggelar bahtsul masail. Kajian ilmiah yang dihadiri oleh pengurus struktural NU, baik dari perwakilan PBNU, PCNU Jakarta Timur, LBM PCNU Jabodetabek, ataupun perwakilan pesantren Jabodetabek itu diadakan di Aula Kantor Kecamatan Ciracas Jakarta Timur. Ma’had Darus-Sunnah Ciputat melalui Lembaga Kajian dan Riset Rasionalika mengutus dua mahasantri. Keduanya adalah Rikko Aji Dharma (semester IV) dan Afrian Ulumillah (semester IV). Didampingi oleh Ust. Muhammad Hanifuddin selalu dewan musyrif. Bahtsul masail berlangsung hangat mulai mulai pukul 09.00 WIB hingga pukul 14.30 WIB.
Ada tiga sub soal yang dibahas. Pertama, menurut perspektif fikih, bagaimana hukum polisi menembak mati seseorang yang baru terduga sebagai kelompok teroris, sebagai bentuk antisipasi? Kedua, bagaimana hukum menggunakan atau memasang suatu benda yang menjadi atribut kelompok teroris dan ormas terlarang? Ketiga, bagaimana hukum mengikuti kajian terhadap ustadz atau tokoh agama yang mempunyai afiliasi terhadap teroris dan ormas terlarang?
Dengan merujuk kitab-kitab klasik dan kontemporer, diputuskan bahwa hukum menembak mati seseorang yang terduga sebagai kelompok teroris adalah boleh, bahkan wajib. Dengan catatan, orang tersebut melakukan penyerangan yang mengancam nyawa polisi. Secara bertahap, polisi harus mengukur tinggat darurat penggunaan kekuatan sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan. Selain itu, juga wajib memperhatikan UU Nomor 5 Tahun 2018 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.