“Wa la tamutunna illa wa antum katibun”
(Janganlah engkau mati sebelum jadi penulis)
adalah satu di antara petuah yang sering dipesankan Kiai Ali Mustafa Yaqub kepada santri dan mahasantri Ma’had Darus-Sunnah Ciputat. Baik saat halaqah ataupun momen lain, yakni saat beliau berada di tengah putra-putri ideologisnya itu.
Petuah ini seakan menjadi pengobar semangat untuk menulis dan menulis. Manfaat tulisan akan senantiasa mengalir, meskipun pemilik tulisannya sudah berkalang tanah.
Rabu, 26 Februari 2020 adalah salah satu tonggak sejarah penting bagi santri Madrasah Darus-Sunnah (MDS). Dua santri dari angkatan pertama MDS telah mempertahankan karya tulisnya di depan dewan penguji. Pertama, Muhammad Riyan Haidar Aly, menulis karya akhir terkait bacaan Surat Al-Fatihah menurut Tujuh Bacaan. Santri yang juga berhasil menghafal 30 juz selama 6 tahun nyantri di MDS itu mengundang decak kagum saat presentasi dan menjawab pertanyaan dari dewan penguji. Ust. Muhammad Khoirul Huda, Lc, MA. selaku dewan penguji berseloroh bahwa karya tulis yang diujikan ini sudah seperti skripsi mahasiswa S1.
Kedua, Muhammad Dhiya Ulhaq, santri asal Cirebon ini mengangkat tema sunah dan kepedulian menjaga kebersihan lingkungan. Judul yang diajukan adalah “Dari Sampah Menjadi Berkah”. Santri ini dengan menggebu mempresentasi hasil karya tulisnya. Di antaranya ialah saat mengutip pernyataan Syaikh Muhammad Abduh (1849-1905), bahwa Islam mudah ditemukan di Barat, meskipun tidak banyak muslim. Sebaliknya, di Timur mudah ditemukan muslim, tetapi tidak mudah menemukan Islam. Salah satunya adalah bentuk nyata dalam menjaga kebersihan lingkungan.
Dengan tuntasnya penulisan dan sidang terbuka karya tulis di atas, semoga menjadi bekal awal untuk terus menghidupkan semangat menulis di kalangan santri. Kunci kemajuan Islam tidak lain adalah karena ilmu dan amal. Keduanya harus dijalinkan dan disandingkan. Salah satunya ialah dengan menulis dan menulis. “Wa la tamutunna illa wa antum katibun.”
Lantas tertarikkah anda?