darussunnah.sch.id – Senin sore (25/01) mahasantri banin dan banat tuntas mengaji kitab qimatuz zaman ‘indal ulama. Kajian yang diampu oleh khadim ma’had KH. Zia Ul Haramein ini dilaksanakan setiap hari, tepatnya selepas shalat ashar di masjid muniroh salamah Darus-Sunnah, Ciputat.
Kitab qimatuzzaman ‘indal ulama sendiri merupakan salah satu karya monumental dari seorang Syaikh ‘Abdul Fattah Abu Ghuddah, ulama kenamaan asal Suriah yang kemudian wafat di Arab Saudi pada tahun 1997 M.
Sesuai dengan judulnya, kitab ini berisi petuah dan pengalaman para ulama serta pandangan mereka mengenai arti dari waktu. Betapa para ulama sangat menghargai waktu dan tanpa menyianyiakannya sama sekali.
Dari kitab ini, mushonnif membongkar rahasia kecerdasan para ulama. Memang, sering kiranya kita membanggakan para ulama atas kehebatan pemikirannya, kekuatan hafalannya, serta kepiawaian menulisnya dan tentunya keistiqomahan dalam beribadah. Namun, tak banyak diketahui mengapa mereka sangat luar biasa alim dan penuh ilmu. Apa trik belajar yang mereka lakukan sehingga hal tersebut menjadi sebab keluhuran ilmu mereka dikemudian hari.
Sebut saja Imam Yahya bin Ma’in, beliau pernah menulis hingga satu juta hadis yang mana satu hadis beliau teliti dan tulis ulang sebanyak 50 kali. Maka dari itu, tak heran ada orang yang sampai mengatakan tidak ada hadis yang tidak diketahui oleh Imam yahya bin Ma’in. Kalau beliau sampai tidak tahu menahu perihal satu hadis saja, maka dipastikan itu bukan hadis.
Selain itu, musonnif juga menghikayatkan produktivitas para ulama terdahulu dalam kitab qimatuz zaman ini. Mereka hanya tidur dan makan kalau sudah tak dapat menahannya. Bukan dijadikan kebiasaan. Sisa-sisa harinya habis digunakan untuk ilmu. Belajar, diskusi, menulis dan membaca. Karya tulis yang berjumlah puluhan hingga ratusan. Hingga ada seorang ulama bernama Tsa’lab ab-Nahwi yang meninggal ditabrak seekor kuda. Karena pada saat itu ia sibuk berjalan sambil muthola’ah kitab.
Masih banyak lagi tentunya motivasi yang bisa diistifadahi melalui kitab ini. Semoga dengan khatamnya kitab tersebut, para pelajar khususnya dapat lebih menghargai sebuah waktu dengan tidak menyepelekannya. Karena memang sudah kodratnya waktu yang sudah berlalu tidak dapat hadir kembali. Sedangkan masa depan belum tentu pasti. Maka dari itu, mari kita menjaga dan menghargai waktu serta senantiasa mengisinya dengan hal-hal yang produktif. (Sopyan Munir)