Kepemimpinan merupakan masalah yang penting bagi suatu negara atau organisasi kelembagaan. Hal ini dikarenakan, pemimpin merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh bagi keberhasilan suatu negara atau lembaga tersebut mencapai tujuan.
Pemimpin adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Dan, banyak sekali seseorang yang bersifat rakus/ambisius untuk meraih sebuah kepemimpinan demi mewujudkan visi dan misi yang mereka usulkan untuk suatu negara atau lembaga.
Lantas, bagaimana pandangan Islam terhadap seseorang yang ambisius terhadap sebuah kepemimpinan?
أخبرني محمد بن آدم بن سليمان، عن ابن المبارك ، عن ابن أبي ذئب ، عن سعيد المقبري ، عن أبي هريرة، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “إنّكم سَتَحْرِصُوْنَ عَلى الإِمَارَةِ، وَ إِنَّهَا سَتَكُوْن نَدَامَةً وَحَسْرَةً، فَنِعْمَتْ المُرْضِعَةُ، وَبِئْسَتْ الفَاطِمَةُ”.
النسائي : أبو عبد الرحمن أحمد بن شعيب بن علي بن سنان بن بحر بن دينار النسائي.
Artinya:
Diriwayatkan dari Abu Hurairah (w. 57 H) dari Nabi saw., beliau bersabda, “Kalian akan rakus terhadap jabatan, padahal jabatan itu akan menjadi penyesalan di hari kiamat. Ia adalah seenak-enak penyusuan dan segetir-getir penyapihan.”
HR. An-Nasa’i (215 H – 303 H : 88 tahun).
Istifadah:
Dalam hadis tersebut dijelaskan bahwasannya bersikap ambisius dalam memperebutkan suatu kepemimpinan adalah suatu larangan dan digambarkan pada hadis di atas akan mendapatkan penyesalan dan kerugian.
Lantas, ambisius yang bagaimana yang diperbolehkan dalam Islam?
Sebagaimana dijelaskan di dalam kitab dzakhirotul uqba “bersikap ambisius dalam sebuah kepemimpinan baik kepemimpinan suatu negara ataupun suatu daerah itu akan mendapatkan suatu penyesalan dan kerugian bagi orang yang tidak menjalankan sesuatu yang sepatutnya dalam kepemimpinannya atau tidak menjalankan apa yg telah ia janjikan.”
Dan dikemukakan pula oleh Imam Nawawi,”Hadis ini merupakan hadis yang menjelaskan untuk menjauhi dunia perpolitikan, apalagi bagi orang yang lemah untuk menegakkan suatu kepemimpinan. Adapun kerugian dan penyesalan itu bagi orang yang tidak ahli dalam bidang tersebut atau dia ahli tapi tidak bisa bersikap adil dalam suatu kepemimpinan. Dan bagi orang yang ahli dan adil dalam sebuah kepemimpinan, maka dia mendapatkan keanugerahan yang besar bukan kerugian.”
Wallahu a’lam
Oleh: Ahmad Nafi’ Asy Syajili