darussunnah.sch.id – Dalam Kitab al-Sunan al-Kubra, Imam al-Baihaqi (384-458 H) meriwayatkan hadis dari Sayidina Abdullah bin Amr bahwa ada larangan membunuh kelelawar dan katak. Dalam riwayat lain, ketika ada seorang tabib yang ingin menjadikan katak sebagai obat, maka Baginda Nabi saw. melarangnya. Konon, dikatakan bahwa suara katak adalah kumandang tasbih. Sedangkan kelelawar adalah hewan yang berempati menjaga Baitil Maqdis.
Dalam kajian takhrij hadis, kisah ini termaktub di banyak kitab hadis. Tidak hanya dalam kitab al-Sunan al-Kubra karya Imam al-Baihaqi semata. Tetapi juga terdapat dalam Musnad Ahmad, Sunan al-Nasai, Sunan Abi Dawud, dan lain sebagainya. Rata-rata kualitas sanadnya shahih. Dari segi kandungan hadis (matan), kita dapat memahami bahwa jauh-jauh hari, Kanjeng Nabi saw. sudah melarang membunuh dan mengonsumsi kelelawar dan katak. Lantas mengapa ada larangan ini?
Lebih dari satu tahun, pandemi Covid 19 merambah seluruh sudut dunia. Dimulai dari pasar hewan di Wuhan China. Tepatnya pada bulan November 2019. Di tempat ini, sudah lumrah adanya, ragam hewan diperdagangkan. Baik untuk konsumsi seharian ataupun untuk pengobatan. Termasuk di dalamnya adalah kelelawar.
Dalam keteranganya, WHO mengonfirmasi adanya kaitan antara kelelawar dan munculnya wabah Covid 19. Dari peristiwa ini, kita dapat lebih mafhum mengapa Rasulullah saw. mewanti-wanti untuk tidak mengonsumsi dan membunuh kelelawar.
Sore ini, 12 April 2021 saya bahagia sekali, dapat menyimak penelitian takhrij Mas Febri Naldi terkait teks hadis di atas. Mahasantri asal Padang yang juga tercatat sebagai mahasiswa Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta itu mampu mempertahankan penelitian takhrij hadis di hadapan dewan penguji. Tugas akhir berupa takhrij hadis ini adalah prasyarat lulus studi 4 tahun di Ma’had Darus-Sunnah Ciputat.
Semoga berkah manfaat ilmunya.