Di tengah gejolak polemik Rusia dan Ukraina yang semakin memanas, sehingga menjadi perbincangan hangat di seluruh dunia termasuk Indonesia, bagaimana agama Islam menyikapi hal tersebut?.
Setiap negara menghindari terjadinya perang, karena perang menyebabkan kerugian yang sangat besar.
Namun, terlepas dari itu, bagaimana umat Islam menyikapi hal tersebut?
Tentu saja Islam mengajarkan secara jelas dan tegas akan hal itu, termaktub dalam Hadis:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْعَلَاءِ ، حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ ، عَنِ الْأَعْمَشِ ، عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ ، عَنْ سَالِمٍ، عن أبي الدرداء-رضي الله عنه-قال: قال رسول الله-صلى الله عليه وسلم-: (ألا أخبركم بأفضل من درجة الصيام، والصلاة، والصدقة؟. قالوا: بلى. قال: صلاح ذات البين فإن فساد ذات البين هي الحالقة). رواه الترميذي
الترميذي : هو محمد بن عيسى بن سَوْرة بن موسى بن الضحاك، السلمي الترمذي
Artinya:
Dari Abu Darda Ra (w. 32 H), Rasulullah Saw berkata: “Maukah kalian saya beri tahu tentang amal yang derajatnya lebih tinggi dari shalat, puasa, dan sedekah?”, sahabat menjawab: “Mau, wahai Rasul”, Rasulullah Saw bersabda: “Yaitu mendamaikan dua pihak yang bermusuhan. Karena sesungguhnya bila dua orang yang bermusuhan itu sudah rusak (nalar dan perilakunya) maka dia akan memangkas (agama mereka)”
HR. At-Tirmidzi (209 H – 279 H : 70 tahun).
Istifadah:
Bahwa jika ada dua orang atau lebih dalam suasana bertikai atau bersengketa, maka orang islam sejatinya harus menjadi penengah. Di antara sikap menjadi penengah ini adalah memberikan solusi tanpa memberi provokasi, menebar ketenangan, dan jangan mengambil keuntungan pada kondisi tersebut yang salah satu atau kedua orang yang bertikai malah mengalami kerugian.
Bahkan, dalam Hadis tersebut keutamaan menenangkan orang yang berselisih sangat agung dan mulia menandingi salat, puasa, dan sedekah.
Contoh real yang Rasulullah Saw lakukan yaitu ketika peletakan hajar aswad setelah direnovasinya Ka’bah.
Di mana Rasulullah Saw menenangkan dan mendamaikan potensi terjadinya konflik antara suku Arab pada saat itu.
Contoh lainnya lagi yakni ketika Rasulullah tiba di Madinah beliau mempersaudarakan suku Aus dan Khazraj yg konfliknya memanas selama 6 abad. Dan mepersaudarakan kaum Muhajirin dan Anshar guna mencegah konflik sosial di antara keduanya.
Di saat bersamaan mari kita menelisik kebelakang pada masa kenabian menebarkan risalah dakwah, ketika disakiti, diperangi. Apa respon Al-Quran saat situasi tersebut?
Allah Swt merespon dengan lembut dan santun tertera dalam surat Fussilat ayat 34 yang artinya:
“Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.“
Dalam ayat di atas, Allah Swt memberikan gambaran bahwa tidak sebaiknya kejelekan dibalas dengan kejelekan lagi, justru Allah SWT memerintahkan untuk merespon keburukan dengan kebaikan, ketenangan, kedamaian, dan kelembutan.
Termasuk juga dengan cara diplomasi dan negosiasi sehingga konflik dapat teratasi dengan baik tanpa adanya pertumpahan darah dan kemadaratan yang lebih besar.
Islam Agama yang Tegas
Tapi, berbeda halnya apabila sudah melewati batas dan tidak bisa lagi diajak dengan cara damai maka Islam akan mengambil langkah tegas membalasnya sesuai dengan aturan Allah dan Rasul-Nya; Ingat Islam itu tegas bukan keras!
Bahkan lebih dari itu Allah Swt menegaskan kepada Rasulullah SAW dalam QS. Ali Imran:159 yang artinya:
“Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampun untuk mereka, dan bermusyawaralah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang yang bertawakal.”
Closing statement: Di mana pun Islam itu berada, Islam adalah agama rahmatan lil alamin.