Senin, 06 Juni 2022, sebagaimana biasanya, setiap ba’da isya mahasantri Darus-Sunnah melaksanakan mudzakaroh. Namun malam itu berbeda, di tengah-tengah mudzakarah, mahasantri dikejutkan dengan kedatangan Ustadz Syamsul Bahri dengan dua orang pemuda di belakangnya. Beliau meminta para mahasantri untuk menemani dua orang pemuda tersebut mengikuti mudzakaroh.
Setelah menyambut dua pemuda tadi, para mahasantri kembali fokus pada lembaran-lembaran kitab Sunan Abu Dawud yang tengah terbuka sebelumnya. Meskipun belum sempat perkenalan diri, dua pemuda itu langsung mengikuti diskusi. Mudzakaroh malam itu terlihat lebih serius, karena mahasantri khawatir besok mendapat pertanyaan Ustadz Syamsul terkait hadis-hadis Sunan Abu Dawud dan Sunan Tirmidzi yang telah mereka baca semalam.
Agenda Mahasantri setelah Halaqah Fajriyyah
Selepas mudzakaroh, kedua pemuda tadi mulai memperkenalkan diri. Mereka adalah Muhammad Irfan dan Ahmad Mujahid. Keduanya merupakan Mahasantri Darus-Sunnah Janda Baik, Malaysia. Selain itu, mereka juga mahasiswa dari Universiti Malaya, Kuala Lumpur. Tujuan kedatangan mereka berdua ke Jakarta adalah untuk mengenal Darus-Sunnah lebih dekat sekaligus bersilaturahmi dengan Ustadz Syamsul Bahri, dosen mereka di Darus-Sunnah Malaysia.
Keesokan harinya, Irfan dan Mujahid mengikuti halaqoh fajriyah bersama mahasantri lainnnya. Keduanya mengikuti halaqoh dengan khidmat, tampak tidak asing lagi dengan pengajian hadis-hadis Nabi saw. Kajian seperti ini sudah biasa mereka ikuti di Darus-Sunnah Malaysia.
Setelah halaqoh selesai, mahasantri tidak lantas beranjak dari kelas. Mereka duduk melingkar dan mengadakan forum diskusi bersama Irfan dan Mujahid. Agus Zehid (ketua Imdar) memulai dan memimpin berjalannya diskusi tersebut dengan membahas banyak hal, seperti suasana belajar, kurikulum pendidikan, serta perbedaan lingkungan Darus-Sunnah Jakarta dengan Darus-Sunnah Janda Baik, Malaysia.
Para mahasantri sangat antusias menggali informasi Darus-Sunnah Malaysia dari keduanya. Salah satunya Muhammad Iqbal Akmaludin, ia menanyakan sistem belajar dan tenaga pengajar di Darus-Sunnah Malaysia. Ada pula Muhammad Fawaid Rahman, ia bertanya latar belakang mahasantri Darus-Sunnah di kampus.
Informasi dari Mahasantri Darus-Sunnah Malaysia
Menurut informasi dari Irfan dan Mujahid, bahwa sistem belajar Darus-Sunnah Malaysia tidak jauh berbeda dengan Darus-Sunnah Jakarta. Hal ini tidaklah mengherankan karena keduanya berasal dari perjuangan dakwah dan manhaj pemikiran satu orang guru, yaitu Ayahanda Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub, MA.
Mahasantri Darus-Sunnah Malaysia, masih menurut keduanya, berasal dari berbagai jabatan (baca: jurusan) dan kampus yang berbeda. Contohnya Mujahid dan Irfan ini. Mujahid merupakan sarjana muda (baca: lulusan sarjana) Jurusan Al-Qur’an dan Hadith di Universiti Malaya. Sedangakan Irfan adalah sarjana muda Jurusan Syari’ah dan Ekonomi di kampus yang sama.
Bedanya dengan Darus-Sunnah Jakarta, masa studi di Darus-Sunnah Malaysia tidak ditempuh dalam empat tahun. Pembelajaran di Darus-Sunnah Malaysia hanya pada liburan semester kampus, kurang-lebih tiga bulan. Jadi, penerimaan mahasantri Darus-Sunnah Malaysia dilakukan setiap semester. Setelah studi tiga bulan, apabila mereka ingin melanjutkan studinya, maka mereka harus mendaftarkan diri lagi di semester selanjutnya.
Setelah satu jam, forum pertukaran informasi ituberakhir dengan foto bersama di depan masjid Muniroh Salamah. Mereka mendapatkan banyak hal dari forum tersebut, terutama seputar Darus-Sunnah di Malaysia. Demikian pula Irfan dan Mujahid. Keduanya sangat senang bisa mengenal Darus-Sunnah di Jakarta lebih dekat. Walaupun hanya sehari, menurut mereka kunjungan ke Darus-Sunnah di Jakarta sangat berkesan. Setelah kunjungannya ke Darus-Sunnah, Irfan dan Muhahid bertolak ke Yogyakarta. Mereka berdua akan berlibur ke berbagai tempat di Indonesia sampai tanggal 27 Juni 2022.